Sebelum melepasmu, aku melampirkan secarik rela, menutup mata, menutup hati, dan bersiap terjun tanpa kamu lagi. Namun nyatanya, begitu susahnya mengeyahkanmu dari sisi, pikiran, dan hati.

Ada saja yang membawa kaki ini terus mengikutimu. Ada saja yang menolak keinginan hati utuk menjauh darimu. Ada saja yang membuat fokus mata ini hanya tertuju padamu.

Mungkin ini efek dari masihnya aku kehilangan kamu. dan kamu terus saja memberikan berlaksa-laksa harapan yang benar0-benar hanya harapan. Kamu menginginkannya, namun yang kamu lakukan hanya diam. Tidak berbuat sesuatu agar bisa sedikit saja merubah keadaan ini.

Kamu terlalu takut, terlalu takut mengambil resiko yang ada. Kamu terlalu takut, terlalu takut mencintaiku. Kamu terlalu takut, terlalu takut menyayangiku. Kamu terlalu takut, terlalu takut jika aku mendekat dan memelukmu. Kamu terlalu takut, terlalu takut memberikan dan mempercayakan hatimu padaku.
Hei, aku berjanji tidak akan menghempaskanmu jauh kedalam jurang kekecewaan. kumohon, percayalah.

“Jangan hanya meminta hasil, jika kamu tidak mempunyai reaktan”Sebenarnya sederhana saja. kamu datang ketika saya sudah terlalu nyaman dengan kesendirian. Kamu terlewatkan, saya menyesal setelahnya.

Sebenarnya sederhana saja, mulanya kita memutuskan untuk saling jatuh cinta. Namun teernyata, kita berubah pikiran, kemudian kita saling meninggalkan.

Sebenarnya sederhana saja, kita sepasang yang selalu bersama, tanpa pernah tahu bagaimana caranya agar bisa menjadi ‘berdua’. Sama sekali tidak tahu. Atau lebih tepatnya pura-pura tidak tahu.

Sebenarnya sederhana saja, kita terlambat ‘tuk memahami. Bahwa terkadang, butuh lebih dari sekadar mencintai agar bisa balas dicintai.

Jadi yang pertama itu memang indah, tapi mudah sekali terganti dengan yang ada selanjutnya.

Jadi yang terakhir itu memang mendapatkan “sisa”, tapi tetap teringat hingga mati kelak.

Kata-kata yang pada awalnya hanyalah sekedar kata tanpa arti, dan tanpa makna, namun sekarang begitu mempunyai arti. Salahku mengapa harus menjadi yang pertama, bukan yang terakhir. Memang, aku hanya ingin menjadi yang terbaik, ingin sekali menjadi yang terbaik untuk kamu, dek.

Sayangnya, aku tidak pernah mengetahui “terbaik” menurutmu itu yang bagaimana?  Rasanya sesak di dada sendiri …
 
Top