https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRxdbf1tW1qP2F6165yHKFAUE5DtDiSGRKVVHgq2rUp-79rwKJK
Masuknya islam ke pulau lombok


Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.

Kerajaan Lombok, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara. Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirkan, hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam.


A.     Labuan Lombok Pusat Perdagangan
Sejak abad ke 13 Masehi Labuan Lombok banyak dikunjungi para pedagang yang berasal dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi. Dengan demikian agama Islam mulai merasuki Lombok. Mula-mula kedatangan mereka untuk berdagang, kemudian banyak diantara mereka yang bertempat tinggal menetap bahkan mendirikan perkampungan-perkampungan. Sampai sekarang pun masih dapat kita lihat bekas-bekasnya seperti perkampungan Bugis di Labuan Lombok. Para pendatang dengan suku Sasak mengadakan hubungan. Dalam hubungan itu timbul rasa saling hormat menghormati dan harga menghargai. Dengan sadar atau tidak sadar terjadilah ambil mengambil dan pengaruh mempengaruhi dalam berbagai bidang seperti budaya dan agama. Yang dianggap baik dan cocok diterima sedangkan yang tidak cocok ditinggalkan.
Labuan Lombok sebagai pelabuan dagang disinggahi para pelaut dan saudagar muslim dari Jawa dan mulailah timbul bandar-bandar tempat para pedagang sehingga semakin ramai. Selanjutnya melalui saluran perdagangan tersebut terbawa pula kitab-kitab kesusateraan yang bernafaskan agama Islam seperti Roman Yusuf, Serat menak. Selain itu juga, Al Qur’an terbawa oleh para pedagang untuk mengaji di tempatnya masing-masing.
Ketika berkembang pesatnya perdagangan rempah-rempah, di Bali dan Lombok sudah berkembang perdagangan sarung yang diangkut oleh kapal-kapal dari Gresik.. Menurut  Wisselius kemungkinan besar bahwa sejak abad  ke-14, pedagang-pedagang muslim telah melakukan pelayaran dan perdagangan di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa, Selat Madura  Pesisir Timur pulau Lombok, pulau-pulau Sunda Kecil sampai ke Maluku. Dengan demikian penyebaran agama Islam di pulau Lombok melalui perdagangan, perkawinan, dan juga melalui seni sastra, ukir, pewayangan dan lain-lain.

B.   Berkembangnya Agama Islam
 Agama Islam masuk di Bumi Selaparang tidak lama setelah runtuhnya kerajaan Majapahit karena pada waktu itu sudah ada pedagang-pedagang muslim yang bermukim dan berniaga di Lombok kemudian mereka menyebarkan agamanya. Bukti yang paling eksplisit menjelaskan kedatangan Islam di Lombok adalah Babat Lombok yang menjelaskan bahwa ”Sunan Ratu Giri memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke Indonesia Bagian Utara yaitu
  1. Lemboe Mangkurat dengan pasukannya dikirim ke Banjar
  2. Datu Bandan dikirim ke Makasar, Tidore, Seram, Selayar
  3. Anak Laki-Laki Raja Pangeran Perapen berlayar ke Bali, Lombok, dan Sumbawa
Menurut Faille, setelah turun dari kapal, pasukan pangeran Prapen mendarat, Raja Lombok dengan sukarela memeluk Agama Islam tetapi rakyatnya tetap menolak sehingga terjadi peperangan yang dimenangkan oleh pihak Islam. Pendapat lain menyebutkan bahwa Raja Lombok awal mulanya menolak kedatangan Islam, namun setelah Pangeran Prapen menjelaskan maksudnya yaitu untuk menyampaikan misi suci dengan cara damai maka beliaupun diterima dengan baik, tetapi karena hasutan rakyatnya kemudian Raja Lombok ingkar janji dan mempersiapkan pasukan sehingga terjadilah peperangan. Dalam peperangan itu, Raja Lombok terdesak dan melarikan diri tetapi malang bagi raja yang dikejar oleh Jayalengkara lalu beliau dibawa menghadap ke Pangeran Perapen. Beliau kemudian diampuni dan mengucapkan dua kalimah syahadat serta dikhitan. Masjidpun segera dibangun sedangkan Pura, Meru, Babi, dan Sanggah dimusnahkan. Seluruh rakyat diislamkan dan dikhitan kecuali kaum wanita penghitanannya ditunda atas permintaan Syahbandar Lombok.
Setelah berhasil mengislamkan Raja Lombok, Sunan Perapen dengan pasukannya mengislamkan kedatuan-kedatuan lainnya seperti Pejanggik, Langko, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong dan Sasak (Lombok Utara).  Hal ini memiliki bukti-bukti adanya tinggalan arkeologi seperti mesjid-mesjid tua, makam-makam kuno dan sebagainya. Dalam mengislamkan kedatuan-kedatuan lainnya, sebagiannya masuk Islam dengan sukarela sebagian lagi masuk Islam dengan cara kekerasan seperti di Parigi dan Sarwadadi. Setelah itu beberapa tahun kemudian seluruh Lombok memeluk agama Islam, kecuali Pajarakan dan Pengantap.

C.   Sunan Prapen Kembali ke Lombok
 Sesuai dengan misi yang diemban dari Ratu Sunan Giri, maka setelah mengislamkan kerajaan-kerajaan lainnya di pulau Lombok, maka Sunan Prapen melanjutkan penyebaran Islam ke Sumbawa, Dompu dan Bima. Sepeninggal Sunan Perapen, keadaan agama Islam di Lombok sangat menyedihkan karena kaum wanitanya menolak memeluk agama yang baru itu. Hal ini sangatlah beralasan karena masih kuatnya pengaruh agama sebelumnya dan juga adanya pengaruh dari Karang Asem di Bali sebagai kerajaan yang kuat dan tangguh.
Timbulnya permasalahan ini kemudian Sunan Prapen kembali lagi dan mendarat di Lombok melalui Sugian untuk menyerang penduduk yang masih kafir. Menurut Van der Kraan,  dalam penyerangan ini penduduk Lombok terpecah menjadi 3 (tiga) bagian yaitu ;
  1. Kelompok yang melarikan diri dan mengungsi ke gunung-gunung masuk hutan dikenal dengan Orang Boda,
  2. Kelompok yang takluk dan masuk Islam dikenal sebagai Waktu Lima,
  3. Kelompok yang hanya takluk di bawah kekuasaan Sunan Perapen dikenal sebagai Penganut Wetu Telu.
Rencana Sunan Perapen untuk mengislamkan Pulau Bali terpaksa ditunda karena mendapat perlawanan dari Dewa Agung Gelgel yaitu Dewa Agung Batu Renggong yang pada pertengahan abad ke-16 berusaha membendung penyebaran Agama Islam yang dilakukan oleh orang-orang Jawa dari arah barat maupun orang-orang Makasar dari arah Timur. Oleh sebab itu, pengaruh Kerajaan Gelgel di bagian barat Pulau Lombok yang besar sehingga Sunan Prapen mendarat di pantai timur (Labuan Lombok).

D.   Penyebaran Islam di Bayan
komplek masjid  bayan beleq
Masjid Bayan Beleg terletak di Sesa Bayan Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara.
Menurut Raden Palasari, petugas penjaga Masjid Bayan Beleg, kata bayan memiliki arti nyata sedangkan beleg artinya besar. Jadi, Bayan Beleg berarti nyata-nyata besar. Masjid ini didirikan oleh Sunan Pengging atau Pangeran Mangkubumi pada tahun 1640 setelah melarikan diri akibat kalah peperangan melawan Raja Gowa. Di Bayan, ia mengajarkan agama Islam Waktu Telu.

Menurut Raden, penyebaran agama Islam di desa Bayan menggunakan kesenian. Para kiai, yang berjumlah 44 orang, melakukan dakwah agama Islam dengan menggunakan media kesenian seperti cupak gerantang (pertunjukan teater rakyat tradisional Lombok), suling dewa atau suling dewe (meniup suling untuk acara ritual adat), rudat (seni drama diselingi drama dan nyanyian), wayang dan prisihan (saling pukul dengan rotan).

Kesenian dalam hal ini merupakan media penyebaran dakwah yang mampu mendekatkan diri dengan masyarakat. Selain itu, proses penyebaran dakwah dengan media kesenian juga efektif untuk melestarikan kesenian tradisional yang ada pada masyarakat Lombok.
 
“Kesenian ini masih dipraktikkan hingga sekarang. Setiap perayaan Maulid Nabi atau acara keagamaan lainnya, warga masih melakukan kesenian tradisional di sekitar masjid Bayan Beleg,” katanya.
Lombok memasuki peradaban Hindu Buddha semenjak masuknya orang Bali ke Lombok dalam ekspedisi Anglurah Ketut Karangasem pada tahun 1692 Masehi. Orang- orang Bali ini kemudian menyebarkan kebudayaan Hindu Buddha di tengah masyarakat Pulau Lombok, salah satunya dengan membangun pura peribadatan.
Pura Lingsar yang terletak di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat merupakan pura terbesar dan tertua di Lombok. Dibangun tahun 1714 oleh Raja Anak Agung Ketut Karangasem, pura ini merupakan bukti awal kedatangan orang-orang Bali ke Lombok.
Menurut penjelasan Dende, salah satu petugas di Pura Lingsar, pada akhir Abad 19 Raja Karangasem membangun dua bangunan tempat ibadah untuk dua agama yang berbeda, yakni Islam Waktu Telu dan Hindu.
 

Sekitar abad ke-16, penyebaran agama Islam juga masuk melalui pantai utara Bayan dan dari arah barat sekitar Tanjung. Pembawanya adalah seorang syekh dari Arab Saudi bernama Nurul Rasyid dengan gelar sufinya Gaoz Abdul Razak. Makamnya terletak di Kuranji di sebuah desa pantai barat daya Lombok. Gaoz Abdul Razak mendarat di Lombok bagian utara yang disebut dengan Bayan. Ia pun menetap dan berdakwah di sana mengawini Denda Bulan yang melahirkan seorang anak bernama Zulkarnaen.  Keturunan inilah  yang  menjadi  cikal  bakal raja-raja Selaparang. Kemudian Gaoz Abdul Razak mengawini lagi Denda Islamiyah yang melahirkan Denda Qomariah yang populer dengan sebutan Dewi Anjani.
Berita lain menyebutkan, Sunan pengging, pengikut Sunan Kalijaga datang ke Lombok pada tahun 1640 untuk  menyiarkanagama Islam (sufi). Ia kawin dengan putri dari kerajaan Parwa sehinggga meninmbulkan kekecewaan raja Goa. Selanjutnya, raja Goa menduduki Lombok pada tahun 1640. Sunan Pengging terkenal dengan nama Pangeran Mangkubumi lari ke Bayan. Salah satu bukti yang dapat dijadikan sebagai kajian tentang awal penyebaran agama Islam adalah Mesjid Kuno Bayan Beleq.

E.   Penyebaran Islam di Pujut
masjid kuno rambitan
 Tokoh legendaris penyebar Agama Islam adalah Wali Nyatok. Dalam tradisi lisan Wali Nyatok dikenal sebagai penyebar Agama Islam di Lombok Bagian Selatan dan sekitarnya. Nama lain Wali Nyatok adalah Sayid Ali atau Sayid Abdurrahman.   Sayang   sekali  pada  batu  nisannya  tidak  ada inskripsi yang menyebut nama tokoh meskipun dari segi tipologi tergolong tua. Mesjid di Rembitan sering dikaitkan dengan tokoh Wali Nyatok. Salah satu bukti yang paling konkrit adalah Masjid kuno Rembitan. Bangunan ini merupakan prototipe mesjid-mesjid tua. Secara kronologis diperkirakan sekitar abad ke 16.
Salah satu penyebar Islam di Lombok Selatan adalah Pangeran sangupati. Pangeran Sangupati adalah putra Selaparang yang dianggap Waliyullah, ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tasawuf dan Fiqh. Pendapat lain menyebutkan bahwa Pangeran Sangupati berasal dari Jawa yang sengaja berkelana untuk menyebarkan Agama Islam dan memiliki nama asli di Jawa yaitu Aji Datu Semu, sedangkan, di Sumbawa dikenal dengan nama Tuan Semeru.
Pendapat lain menyebutkan Pangeran Sangupati adalah tokoh agama Hindu yang menyebarkan agama Hindu di kalangan ummat Islam karena Islam yang dianut oleh para penduduk masih sangat lemah, maka beliau menyebarkan agama Islam Waktu Telu (Wetu Telu) suatu bentuk peralihan dari agama Boda tua ke agama Waktu Lima dan dia dikenal dengan nama Pedanda Wau Rauh.
\

Reference: https://pkbmdaruttaklim.wordpress.com/2013/02/05/sejarah-lombok/
                  http://fadlisworld.blogspot.co.id/2014/09/sejarah-masuknya-islam-di-lombok.html

 

 
Top