Kata cinta dalam bahasa Arabnya mempunyai dua
dialek, yaitu habba dan ahabba, sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Ghailan bin Syuja’ an-Nahsyali dalam bait syairnya:
Kusukai Abu Marwan karena buah kurmanya
dan kusadari bahwa sikap lemah-lembut kepada seseorang akan berbuah kasih sayang
Padahal demi Allah, seandainya dia tidak punya buah kurma, tentulah aku tidak menyukainya,
bahkan dia kuanggap tak ubahnya seperti ‘Ubaid dan Musyriq.
dan kusadari bahwa sikap lemah-lembut kepada seseorang akan berbuah kasih sayang
Padahal demi Allah, seandainya dia tidak punya buah kurma, tentulah aku tidak menyukainya,
bahkan dia kuanggap tak ubahnya seperti ‘Ubaid dan Musyriq.
Hal yang sama telah dikatakan oleh al-Jauhari
dalam bait syair gubahannya yang menghimpun kedua dialek ini. Akan tetapi,
ditinjau dari fi’il (kata kerja) dan fa’il-nya (subjeknya),
mereka lebih banyak menggunakan fi’il ruba’i (kata [kerja] yang terdiri
dari empat huruf). Untuk itu, mereka sebutkan kata kerjanya ahabba dan yuhibbu,
sedang untuk subjeknya adalah mihibbun. Adapun ditinjau dari maf’ul-nya
(objeknya), mereka lebih banyak menggunakan kata kerja yang berasal dari tiga
huruf; untuk itu, mereka mengatakan mahbuubun bukan muhabbun,
kecuali hanya jarang seperti dalam ucapan penyair berikut:
Sesungguhnya engkau telah turun istirahat,
maka janganlah engkau mengira diriku
seperti orang yang layak untuk dicintai dan dihormati.
maka janganlah engkau mengira diriku
seperti orang yang layak untuk dicintai dan dihormati.
Ini berasal dari kata kerja af’ala.
Adapun kata habiib, maka mereka banyak menggunakannya untuk arti orang
yang dicintai, seperti dalam ucapan seorang penyair:
Aku mengunjungi Laila bukan karena ingin agar
dia mencintaiku
dan bukan pula karena menagih utangku.
dan bukan pula karena menagih utangku.
Akan tetapi, ada kalanya mereka menggunakannya
untuk makna muhibbun, orang yang mencintai, seperti yang terdapat dalam
ucapan penyair berikut:
Tidaklah sekali-kali jiwa ini berpaling darimu
karena kurangnya perhatiannya kepadamu
dan tidak pula karena kamu tidak berada dalam hatinya.
Akan tetapi, mereka, wahai manusia yang paling baik,
jika aku datang kepadamu, pasti memberikan komentarnya: “Orang ini mencintainya.”
dan tidak pula karena kamu tidak berada dalam hatinya.
Akan tetapi, mereka, wahai manusia yang paling baik,
jika aku datang kepadamu, pasti memberikan komentarnya: “Orang ini mencintainya.”
Namun demikian, lafazh ini bisa saja diartikan mahbub
(orang yang dicintai) dan bisa pula diartikan muhibbun (orang yang
mencintai).
1. AL-MAHABBAH (cinta)
Banyak pendapat yang dikemukakan di kalangan
ahli bahasa sehubungan dengan definisi mahabbah alias cinta ini.
a. Cinta adalah kecenderungan permanen yang
dialami oleh kalbu orang yang dimabuk asmara.
b. Cinta adalah sikap memprioritaskan orang yang
dikasihi lebih dari semua teman.
c. Cinta ialah menuruti kemauan yang dicintai,
baik di hadapannya maupun di belakanganya.
d. Cinta adalah kesamaan kehendak antara pihak
yang mencintai dan pihak yang dicintai dalam hal selera.
e. Cinta ialah menyajikan pelayanan disertai
dengan menjaga kesucian.
f. Cinta ialah banyak berkorban untuk orang yang
Anda cintai dan enggan merepotkan orang yang Anda cintai.
g. Cinta ialah bilamana kalbu seseorang selalu
ingat kepada orang yang dicintainya.
h. Cinta pada hakikatnya ialah bila Anda
menyerahkan diri Anda secara total kepada orang yang Anda cintai tanpa
menyisakan barang sedikit pun bagi diri Anda.
i.
Cinta
ialah bilamana kalbu Anda tidak mengingat apa pun selain orang yang Anda
cintai.
j.
Cinta
ialah kecemburuan yang muncul dalam kalbu bila kehormatan kekasih ada yang
melecehkan, dan cemburu bila hati kekasih diberikan kepada orang lain.
k. Cinta adalah maksud hati yang tidak berkurang
meskipun dijauhi dan tidak bertambah meskipun didekati.
l.
Cinta
ialah memelihara kesetiaan.
Oleh karena itu, tidaklah benar orang yang
mengakui cinta kepada seseorang, sedang dia tidak memelihara kesetiaannya.
m. Cinta ialah bilamana Anda mau melakukan apa
yang disukai oleh orang yang Anda cintai.
n. Cinta ialah menjauhi hiburan dalam keadaan apa
pun.
Seorang penyair mengungkapkan:
Barangsiapa yang merasakan hiburan karena telah
lama dimabuk asmara,
maka sesungguhnya cintaku kepada Laila belum pernah merasakannya.
Kebanyakan dari apa yang kuperoleh untuk berhubungan dengannya hanyalah angan-angan belaka yang tidak pernah terujudkan seperti halnya kilauan cahaya kilat.
maka sesungguhnya cintaku kepada Laila belum pernah merasakannya.
Kebanyakan dari apa yang kuperoleh untuk berhubungan dengannya hanyalah angan-angan belaka yang tidak pernah terujudkan seperti halnya kilauan cahaya kilat.
o. Cinta adalah emosi yang membakar kalbu terhadap
selain yang disukai oleh sang kekasih.
p. Cinta ialah ingatan kepada sang kekasih dalam
setiap helaan nafas.
Mutanabbi mengungkapkan:
Ingin rasanya melupakanmu dalam kalbu ini,
tetapi apa daya
naluri enggan untuk beralih ingatan ke yang lain
naluri enggan untuk beralih ingatan ke yang lain
q. Cinta ialah bila kalbu yang bersangkutan tidak
mau memandang, kecuali kepada orang yang dicintai, dan telinganya tidak mau
mendengar teguran orang-orang yang mencela kecintaannya.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Kecintaanmu kepada sesuatu akan membuatmu
buta dan tuli.” (Diketengahkan oleh Ahmad melalui Abu Darda’ dalam kitab Musnad-nya
dan Abu Dawud dalam kitab al-Adab-nya)
r.
Cinta
ialah kecenderungan hati Anda kepada sang kekasih secara total, sehingga
membuat Anda lebih memprioritaskan dia di atas kepentingan jiwa, raga, dan
harta benda Anda; lahir dan batin Anda selalu bersesuaian dengannya, namun
demikian Anda menyadari bahwa kecintaan Anda kepadanya masih belum maksimal.
s. Cinta ialah bilamana Anda mengorbankan semua
jerih-payah Anda demi memuaskan hati sang kekasih.
t.
Cinta
ialah ketenangan tanpa kecguncangan dan keguncangan tanpa ketenangan.
Kalbu selalu berguncang dan tidak pernah
mnerasa tenang kecuali dengan sang kekasih. Kalbu selalu berguncang karena
rindu kepada sang kekasih dan baru merasa tenang bila berada [dekat] dengannya.
Pengertian inilah yang dimaksud oleh sebagian di antara mereka (ahli tashawwuf)
yang mengatakan bahwa cinta ialah gerakan kalbu yang terus-menerus karena
selalu ingat kepada sang kekasih dan baru merasa tenang bila berada di
dekatnya.
u. Cinta ialah keinginan menemani sang kekasih
untuk selamanya.
Seorang penyair mengungkapkan:
Sungguh aneh diriku, mengapa merindukan mereka
dan menanyakan kepada siapa pun
yang kujumpai tentang mereka, padahal mereka selalu bersamaku dalam hatiku
Pandangan mataku senantiasa mencari mereka, padahal mereka berada di dalam yang hitam dari bola mataku,kalbuku selalu merindukan mereka, padahal mereka berada di dalam dadaku
yang kujumpai tentang mereka, padahal mereka selalu bersamaku dalam hatiku
Pandangan mataku senantiasa mencari mereka, padahal mereka berada di dalam yang hitam dari bola mataku,kalbuku selalu merindukan mereka, padahal mereka berada di dalam dadaku
v. Cinta ialah bilamana sang kekasih terasa lebih
dekat oleh orang yang mencintainya daripada jiwanya sendiri.
Seorang penyair mengutarakan:
Wahai belahan hati dan jiwaku, meskipun jauh
dari mata dan penglihatanku, engkau adalah jiwaku meskipun aku tak melihatnya
Engkau bagiku lebih dekat daripada segala yang dekat dalam diriku
Engkau bagiku lebih dekat daripada segala yang dekat dalam diriku
w. Cinta ialah bila sang kekasih selalu berada
dalam ingatan orang yang mencintainya.
Seorang penyair mengungkapkan:
Bayanganmu selalu di mataku, mulutku selalu
menyebutmu,
dan kau selalu di hatiku, mana mungkin engkau terlupakan olehku
dan kau selalu di hatiku, mana mungkin engkau terlupakan olehku
x. Cinta ialah bilamana orang yang jatuh cinta
merasakan bahwa tidak ada bedanya antara dekat dan jauhnya rumah sang kekasih.
Seorang penyair mengatakan:
Wahai orang yang bersemayam dalam diri dan
rongga dadaku, meskipun rumahnya jauh dariku
Kasihanilah orang yang jatuh cinta tergila-gila kepadamu;
jika tidak kauhubungi dia, niscaya akan hancur berkeping-kepinglah dirinya
Dia tak mampu sadar dari kecintaannya;
Setiap kali mereka menghalanginya darimu, tercabik-cabiklah semua tirai yang menghalanginya
Kasihanilah orang yang jatuh cinta tergila-gila kepadamu;
jika tidak kauhubungi dia, niscaya akan hancur berkeping-kepinglah dirinya
Dia tak mampu sadar dari kecintaannya;
Setiap kali mereka menghalanginya darimu, tercabik-cabiklah semua tirai yang menghalanginya
y. Cinta ialah kesetiaan kalbu untuk tetap
merindukan sang kekasih, tanpa mempedulikan celaan dan cacian yang mengecam
sikapnya, bahkan hal itu terasa menyenangkan baginya.
Abuss Syiish mengungkapkan melalui
bait-bait syair berikut:
Cintaku selalu mengikuti kemauanmu, tanpa ada
perasaan apakah aku diacuhkan ataukah diperhatikan
Bila kaulecehkan diriku, aku berupaya keras untuk bersikap sabar, bagiku tidak penting apakah engkau menolah cintaku atau menerimanya
Sikapmu kepadaku mirip dengan musuh-musuhku sehingga aku menyukai mereka
mengingat perlakuan yang kuperoleh darimu sama dengan perlakuan yang kuperoleh dari mereka
Kurasakan celaan orang lain karena mencintaimu begitu menyenangkan,
sebab begitu tulusnya cintaku kepadamu, maka biarkanlah celaan orang-orang yang suka mencela
Kurasakan celaan karena mencintaimu begitu menyenangkan,
karena suka dengan sebutanmu, maka biarkanlah celaan orang-orang yang suka mencela
Bila kaulecehkan diriku, aku berupaya keras untuk bersikap sabar, bagiku tidak penting apakah engkau menolah cintaku atau menerimanya
Sikapmu kepadaku mirip dengan musuh-musuhku sehingga aku menyukai mereka
mengingat perlakuan yang kuperoleh darimu sama dengan perlakuan yang kuperoleh dari mereka
Kurasakan celaan orang lain karena mencintaimu begitu menyenangkan,
sebab begitu tulusnya cintaku kepadamu, maka biarkanlah celaan orang-orang yang suka mencela
Kurasakan celaan karena mencintaimu begitu menyenangkan,
karena suka dengan sebutanmu, maka biarkanlah celaan orang-orang yang suka mencela
2. AL-‘ALAQOH (ketergantungan)
Al-‘Alaqoh berakar dari kata al-‘alaq alias
gantungan, memakai wazan al-falaq, merupakan salah satu dari nama lain cinta.
Al-Jauhari telah mengatakan bahwa al-‘alaq juga merupakan nama lain dari cinta.
Dikatakan nazhrotun min dzil-‘alaq artinya pandangan dari orang yang jatuh
cinta. Ibnu Daminah mengatakan dalam sebuah bait syairnya:
Ingin rasanya hatiku melupakanmu,
tetapi apa daya
ketergantungan hatiku kepadamu telah mengakar sejak lama
ketergantungan hatiku kepadamu telah mengakar sejak lama
Terkadang dibaca dengan lam fi’il yang
dikasrahkan hingga menjadi al-‘aliq; dikatakan ‘aliqa hubbuha bi qolbihi
artinya kecintaan kepadanya telah terpaut dalam kalbunya. Cinta disebut
hubungan, karena kalbu orang yang bersangkutan telah terpaut kepada si dia.
Sorang penyair bernama Al-Mirar Al-Faq’asi telah mengatakan dalam bait
syairnya:
Apakah karena keterpautan hatimu
dengan Ummul Wulaid,
padahal semua rambut kepalamu yang hitam telah berubah menjadi putih?
padahal semua rambut kepalamu yang hitam telah berubah menjadi putih?
3. AL-HAWA (kecenderungan hati)
Kecenderungan hati kepada sesuatu disebut al-hawa.
Bentuk kata kerjanya ialah hawiya, yahwa, hawan, semisal dengan ‘amiya, ya’ma, ‘aman.
Berbeda halnya jika dikatakan hawaa yahwi dengan ‘ain fi’il yang difat-hahkan,
maka artinya jatuh, bukan cenderung; bentuk mashdarnya al-huwiyyu dengan ha
yang dibaca dhammah.
Al-hawa berarti pula diri sang kekasih, seperti
yang disebutkan dalam ucapan seorang penyair:
Sesungguhnya wanita yang mengira
bahwa hatimu telah bosan kepadanya
dirimu pun telah diciptakan sebagaimana dirinya diciptakan
dirimu pun telah diciptakan sebagaimana dirinya diciptakan
Pendapat yang lain mengatakan bahwa bila hawa
fulanah hawaahu, artinya si Fulanah adalah wanita yang disukai dan dicintainya.
Kebanyakan kata al-hawa digunakan untuk menunjukkan makna cinta yang tercela,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
Dan adapun orang-orang yang takut
akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal[nya]. (QS An-Naazi’aat [79]: 40-41)
Menurut pendapat yang lainnya lagi, bahwa sesungguhnya
hawa nafsu disebut al-hawa tiada lain karena ia menjerumuskan pelakunya.
Akan tetapi, ada kalanya digunakan dalam
pemakaian yang terbatas untuk menunjukkan makna cinta yang terpuji, seperti
yang terdapat dalam sabda Nabi saw. yang mengatakan:
Masih belum beriman seseorang di antara kamu
sebelum kecenderungannya mengikuti apa yang disampaikan olehku. (Diketengahkan
oleh Al-Baghawi dalam Syarhus sunnah 1/213, Attabrizi dalam Misykatul Mashoobih
167, Ibnu Abu ‘Ashim dalam As-Sunnah 1/12, Al-Muttaqil al-Hindi dalam Kanzul
‘ummal 1084, Ibnu Hajar dalam Fat-hul Bari 13/289, dan Al-Khotib dalam Tarikh
Baghdad 4/369)
Dalam kitab Shahihain disebutkan bahwa dahulu
Khaulah binti Hakim termasuk wanita yang menghibahkan dirinya kepada Nabi saw.
maka ‘Aisyah r.a. berkata:
“Tidakkah merasa malu seorang wanita
menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki?” ketika turun firman-Nya:
Kamu boleh menangguhkan (menggauli)
siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu). (QS Al-Ahzaab [33]:
51)
Aku (‘Aisyah) berkata: “Wahai
Rasulullah, menurut hemat saya, tiada lain Tuhanmu kecuali hanya bersegera
memperturutkan kesukaanmu.”
Dalam kisah para tawanan perang Badar
disebutkan bahwa ‘Umar ibnul Khaththab r.a. berkata: “Ternyata Rasulullah lebih
menyukai pendapat Abu Bakar dan tidak menyukai pendapatku,” hingga akhir
hadits. (Diketengahkan oleh Muslim dalam Al-Jihad hadits no. 58, dan Ahmad
dalam kitab Musnadnya, 1/31-32.)
Dalam Kitabus
Sunan disebutkan bahwa seorang Arab pedalaman bertanya kepada Nabi saw.:
“Aku datang kepadamu untuk menanyakan tentang
kecintaan.” Nabi saw. menjawab: Seseorang akan [dihimpunkan] bersama dengan
orang yang dicintainya. (diketengahkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi,
Ad-Darimi, dan Ahmad)
4. ASH-SHOBWAH (Kerinduan)
Ash-shobwah dan ash-shibaa termasuk nama lain
dari cinta juga. Dalam kamus Ash-Shihah disebutkan bahwa ash-shibaa termasuk
nama lain dari rindu. Dikatakan tashoobaa, washoban, yashbuu shobwatan, dan shubuwwan
maknanya cenderung pada kebodohan. Ashbat-hul jaariyah artinya gadis itu telah
membuatnya seperti orang bodoh. Shobiya shoba-an semisal dengan sami’a samaa’an
(mendengar), artinya dia bermain-main bersama anak-anak kecil.
Maka asal lafazh ini ialah cenderung. Dikatakan
shobaa ilaa kadzaa artinya dia cenderung kepada anu. Shobwah diartikan demikian
karena pelakunya cenderung pada wanita yang muda. Bentuk jamaknya ialah shobayaa,
seperti mathiyyah (tunggangan) yang bentuk jamaknya ialah mathooyaa. At-Tashoobii
artinya dilanda kerinduan, seperti at-tamaayul (kecenderungan) dan seterusnya…
Sumber : https://juziyah.wordpress.com